Analisa Dari Ahli Pidana, Penetapan Tersangka Atas Hary Tanoe Dipaksakan

Ahli hukum pidana, Abdul Chair Ramadhan mengatakan bahwa status tersangka yang ditetapkan oleh penyidik Bareskrim Polri kepada CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo terindikasi dipaksakan.


"Kalau menurut saya secara pribadi, penetapan tersangka ini tidak sesuai penerapan hukum, cenderung dipaksakan," ujarnya kepada awak media usai menjadi saksi ahli di sidang praperadilan penetapan tersangka Hary Tanoe di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (12/7).


Menurut Abdul, Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) yang disangkakan kepada bos MNC Group tersebut kurang tepat. Sebab menurutnya, Pasal 29 merupakan delik harus dijunctokan dengan pasal lainnya.

"Penetapan tersangka sebagaimana yang saya sampaikan di sidang praperadilan ini belum memenuhi kriteria hukum acara pidana. Selain itu, ditinjau dari pasal 29 ITE itu jelas bahwa pasal ini tidak berdiri sendiri, tapi mengikuti dan terkait dengan Undang-undang yang lainnya yang sesuai dengan fakta yang terjadi," jelasnya.

"Demikian juga pada delik yang diatur pada Pasal 29 ini, membutuhkan adanya perbuatan lain, bukan hanya perbuatan itu ditentukan secara limitatif sebagaimana dimaksud Pasal 27. Tetapi merupakan pilihan dalam berbagai tindak pidana di luar ketentuan pasal dalam Undang-undang ITE," tambahnya.

Abdul pun menegaskan, penerapan pasal tersebut tidak bisa diberlakukan jika tidak adanya korban secara fisik. "Harus ada korban, korban itu merasakan suatu tindakan, tindakan ini terkait dengan adanya ancaman kekerasan atau menakut-nakuti. Seseorang yang melakukan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti tentu ada perbuatan yang dituju," tuturnya.


"Kita tunggu apakah hakim pada sidang praperadilan ini memutuskan apakah penetapan tersangka tersebut sah atau tidak sah, itu akan diputuskan nanti," tandasnya.

Di samping itu, Abdul Chair Ramadhan juga menyoroti terlambatnya pemberian surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Hary Tanoe. Menurut dia, hal itu merupakan suatu bentuk pelanggaran.

Hary Tanoe diketahui baru menerima SPDP setelah 47 hari. Abdul Choir mengatakan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Nomor 130 Tahun 2015, SPDP wajib diberitahukan kepada semua pihak paling lambat 7 hari setelah adanya Sprindik.

"Dalam putusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh melampaui batas waktu selama 7 hari," jelasnya.

Menurut Abdul Chair, untuk menguji sah atau tidak penyidikan, secara konstitusional ada lembaga yang berhak menilai, namun terkait perkara tersebut Abdul mengatakan, SPDP tidak sah karena melampaui batas waktu yang ada.

"Dalam hal ini membatalkan tindakan penyidik, dalam hal ini penyidikan dianggap tidak sah karena SPDP itu telah melampaui batas waktu yang telah ditentukan oleh MK," tuturnya.

0 comments: