'Jangan Sampai Pembubaran HTI Dianggap Sebagai Islamophobia'

'Jangan Sampai Pembubaran HTI Dianggap Sebagai Islamophobia'
'Jangan Sampai Pembubaran HTI Dianggap Sebagai Islamophobia'

Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria meminta pemerintah mengkaji mekanisme pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Riza tidak ingin langkah pembubaran justru dipahami publik sebagai Islamophobia karena ambisi HTI untuk menegakkan sistem khilafah di Indonesia dianggap melanggar Pancasila dan UUD 1945. 

"Jangan sampai pembubaran ormas nanti dipahami oleh masyarakat disebut Islamophobia," kata Riza di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/5).

Pemerintah disarankan membina dan membimbing ormas-ormas termasuk HTI. Tujuannya agar tidak terjadi gesekan berujung konflik antar umat Islam. 

"Kalau sesama ormas Islam jangan sampai terjadi perpecahan di lingkungan umat Islam sendiri. Ini berbahaya, umat Islam ini mayoritas, kalau umat Islam terpecah belah berbahaya bagi kepentingan bangsa ke depan," tegasnya. 

Riza mengimbau pemerintah mampu bersikap adil dengan ormas-ormas yang dianggap bertentangan dengan konstitusi. Dia mencontohkan, belakangan cukup marak ormas tertentu yang melakukan kegiatan-kegiatan yang berbau komunisme. Akan tetapi, pemerintah tidak mengambil tindakan tegas justru terkesan melakukan pembiaran. 

"Pemerintah harus adil, berapa tahun belakangan ini marak kegiatan-kegiatan komunisme, sekarang terkesan terjadi pembiaran bangkitnya komunisme, terbukti dengan di media sosial, media-media, atribut-atribut terhadap PKI marak sekali, bahkan kegiatan-kegiatannya," ungkapnya. 

Lagipula, kata dia, langkah pembubaran suatu ormas harus melalui mekanisme panjang sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Untuk membubarkan ormas, pemerintah harus melayangkan surat terlebih dahulu. Kemudian melakukan pemanggilan untuk dimintai keterangan terkait kegiatan yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. 

Setelah itu, pemerintah baru bisa mengajukan gugatan ke pengadilan. Pengadilan akan memproses gugatan dari pemerintah sebagai pembuktian. Jika keputusan pengadilan mengabulkan gugatan itu telah berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka pemerintah baru bisa membubarkan HTI. 


"Terkait dengan pembubaran ormas ada mekanisme dan aturan di antaranya harus ada secara administratif, harus disurati terlebih dahulu, harus dipanggil, harus didialogkan. Kemudian nanti dibekukan bantuan atau hibah kalau ada selama ini, selama 6 bulan. Kemudian baru kalau dianggap ini diajukan ke pengadilan," ungkapnya. 

"Jadi pemerintah tidak bisa membubarkan ormas, kecuali sudah ada keputusan pengadilan, keputusan inkracht itu baru, pemerintah hanya bisa mengusulkan pembubaran sebuah ormas. Jadi mekanisme dan aturan seperti itu," sambung Riza. 

Sebelumnya, Pemerintah memastikan kegiatan yang dilaksanakan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Aktivitas HTI dikatakan pemerintah nyata-nyata telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat serta membahayakan keutuhan NKRI.

Maka dari itu, usai rapat antara Menko Polhukam Wiranto, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menkum HAM Yasonna Laoly dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian, pemerintah mengusulkan HTI untuk dibubarkan.

"Mencermati berbagai pertimbangan serta menyerap aspirasi masyarakat, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI," kata Wiranto dalam jumpa pers di Kantornya, Senin (8/5).

Wiranto menjelaskan alasan lain mengusulkan pembubaran HTI dikarenakan meski merupakan ormas berbadan hukum, HTI dianggap tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.

0 comments: